Thursday, February 1, 2007

KETELADANAN BERAWAL DARI KELUARGA

Anak adalah nikmat dan pemberian Allah Swt yang tak ternilai harganya. Anak ini merupakan amanah bagi kedua orang tuanya untuk kemudian dipertanggung-jawabkan.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengingatkan kepada kita tentang besarnya tanggung jawab mendidik anak, "Barangsiapa yang melalaikan pendidikan anak dengan tidak mengajarkannya hal-hal yang bermanfaat, membiarkan mereka terlantar, maka sungguh dia telah berbuat sangat buruk. Sebagian besar anak yang jatuh ke dalam kerusakan tidak lain karena kesalahan orang tua yang tidak memperhatikan anak-anaknya dan tidak mengajarkan mereka kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Sejak kecil mereka ditelantarkan sehingga kelak mereka tidak dapat memberikan manfaat kepada diri sendiri dan orang tuanya."

Telah lama disadari bahwa keluarga merupakan pihak yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perkembangan anak pada tahun-tahun pertama kehidupannya. Keluarga juga kerap diidentikkan sebagai tempat atau lembaga pengasuhan yang dapat memberi kasih sayang. Keluarga merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber pendidikan nalar seorang anak, di mana ia akan menemukan tata nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Keluarga merupakan unsur terpenting dalam pembentukan kepribadian anak melalui proses perkenalan dan interaksi antara dirinya dengan anggota keluarga di sekitarnya.


Keteladanan Orang Tua

Pengelola Yayasan Buah Hati, Neno Warisman, mengungkapkan bahwa agama merupakan elemen dasar perkembangan anak. Harus dipahami pula bahwa untuk mengajarkan agama pada tingkat dini dibutuhkan banyak metode. "Orang tua harus sedapat mungkin aktif menggali informasi serta menerapkan metode pengajaran agama yang sudah teruji. Dalam mengajarkan sesuatu kepada anak, kita harus menyertakan hati, telinga dan mata. Orang tua harus memberikan contoh yang nyata, bukan sekadar nasihat atau perintah. anak-anak memerlukan keteladanan agar nilai yang hendak disampaikan menjadi lebih bermakna,” ungkap Neno.

Membiasakan anak sejak usia dini untuk mengetahui dan melaksanakan berbagai aktivitas keagamaan tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan kenyamanan emosi, fisik dan spiritual anak. Menurut Neno, jika orang tua dapat memfasilitasi ketiganya, maka proses pembelajaran agama akan berjalan dengan baik.

Praktisi pendidikan anak, Seto Mulyadi, menganggap bahwa peran keluarga sangat penting dalam membina akhlak dan mental anak. Kak Seto, demikian ia akrab dipanggil, menekankan agar orang tua memperhatikan metode dan cara yang tepat dalam memberikan pembelajaran agama kepada anak. Hal ini akan menentukan berhasil tidaknya upaya pendidikan.

“Dari semua hal yang perlu diajarkan, keteladanan orang tua adalah yang paling utama. Anak-anak akan mudah meniru apa pun yang dilihatnya. Jadi, ketika orang tua menerapkan perilaku terpuji dan bertutur kata yang halus, itu sudah merupakan permulaan pendidikan agama kepada anak-anak,” tegas Seto.

Penyampaian nilai-nilai agama sebaiknya dilakukan dalam suasana yang 'berpihak' pada anak. ”Jangan ada tekanan, paksaan atau emosi dari orang tua kepada anak-anaknya. Sebaliknya, jika suasana hangat tercipta, maka anak pun akan mengikuti apa-apa yang disampaikan kepada mereka," tambahnya.

Dalam proses pendidikan, kontinuitas dan kualitas komunikasi antara orang tua dan anak harus dijaga. Seto mengingatkan agar orang tua memiliki kepekaan untuk dapat memahami kegelisahan, keinginan maupun kegembiraan anak dengan menjadi pendengar yang baik. Di sinilah kemudian orang tua membimbing dan sekaligus menyisipkan ajaran agama dalam tingkatan yang mudah dipahami anak. ”Melalui cara yang halus dan lembut penuh kasih sayang, saya kira nilai-nilai ajaran agama bisa lebih mengena pada anak.”


Visi dan Misi Keluarga

Sebagaimana layaknya sebuah organisasi, keluarga harus memiliki visi dan misi. Penentuan visi dan misi hendaknya dilandasi oleh pemahaman mendalam pada ajaran Al-Quran dan hadits. Dengan bercermin pada keluarga Rasulullah Saw, kita dapat memetik pelajaran berharga tentang fungsi sebuah organisasi keluarga.

Keluarga merupakan wadah penguatan ruhiyah melalui keteladanan dalam ibadah. Keluarga juga sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan potensi intelektual, spiritual maupun emosional. Melalui proses berkeluarga, ketiga potensi ini akan mengalami pematangan, percepatan, teruji efektivitas dan efisiensi dalam sinergisitasnya.

Pendek kata, orang tua adalah pelopor dalam memberikan pemahaman tentang ilmu agama kepada anak-anak mereka. Keteladanan yang muncul adalah bentuk dakwah paling efektif untuk membuat anak terpesona dengan akhlak yang dicontohkan oleh orang tuanya. Dengan demikian, proses pembelajaran, penerapan dan dakwah memang semestinya berawal secara alamiah di dalam lingkup keluarga. []